Kamis, 22 Mei 2008

aneh..

Mereka bilang aku aneh, tak mudah dipahami dan terlalu mengambil pikiran untuk setiap kejadian-istilah mereka, tidak gaul. Sebagian lagi malah lebih ekstrem, bilang kalau aku gila. Bukankah banyak kejadian disekitar kita kalau orang yang banyak beban pikiran bisa jadi gila? Atas dasar alasan semacam inilah mereka-yang sebagian itu-menyimpulkan hal yang sama tentang aku. Mereka menangkap kesan yang sama antara aku dan para gila tersebut.

Jadi apa yang harus kulakukan? Kuputuskan tak ada. Tak ada gunanya meladeni omongan orang-orang yang salah. Lebih baik melanjutkan hidup dan menjadi diri sendiri. Itu lebih menyenangkan menurutku, dan sehat. Kuputuskan untuk diam saja, biarlah waktu yang menjelaskan. Toh aku percaya kalau kebenaran pasti lebih masuk akal, dan yang masuk akal pasti bertahan lama. Dan tidak melakukan apa-apa merupakan hal yang paling masuk akal saat ini. Percuma meladeninya, buang-buang waktu.

***

Tok tok tok…

Ketukan di pintu kamar. Kuhentikan dulu mengetik. Tulisan ini harus cepat diselesaikan sebelum hilang inspirasinya. Ku-save dulu, takut kalau-kalau listrik mendadak mati, hari ini sudah tiga kali. Ketukan lagi. Cepat aku bangkit dari depan komputer, langsung membuka pintu. Rupanya Amir, tak berbaju, cuma mengenakan boxer warna merah, serasi dengan kulitnya yang putih kemerah-merahan, membuat orang yang melihat merasa telah ditipu oleh seseorang sehingga berakhir dalam kandang (maaf) babi akibat badan dan aroma tubuhnya yang begitu ‘khas’. Maaf aku mual… He…

Biar kutebak. Minta air panas untuk menyeduh mie instant. Pepatah kalau “orang-orang berubah”, sepertinya tak berlaku buat dia. Dari dulu juga begitu, dua bungkus indomie goreng, remas-remas, taruh didalam mangkok, siram dengan air panas, kemudian tutup dengan piring, diamkan lima menit. Setiap hari, pagi, siang, sore dan malam. Kuperhatikan badannya makin hari makin tambun, tapi tak sehat. “ Ada apa ndut?”

“Minta air panas dong…”

Apa kubilang?

Tak kujawab, langsung saja kunyalakan tombol on dibelakang dispenser made in China yang terletak di balik pintu. Benda mini tapi hebat. Solusi buat pemalas manja yang tak mau repot-repot menyalakan kompor cuma untuk sekedar memasak air panas. Paling-paling Ibu kos yang mengeluh kalau biaya listrik tiap bulan membengkak. “Ringkas dan ekonomis”, kuulangi dalam hati slogan yang tercetak dikardusnya sewaktu melihatnya terpajang distand pameran teknologi disebuah mega pasar dengan ditemani seorang teman yang tertawa-tawa sambil mengatakan kalau ternyata teknologi melahirkan budaya baru yang merusak, tapi saking ramainya orang-orang, aku tidak begitu mendengar kebudayaan yang seperti apa yang dia maksudkan.

Dan akhirnya, Mungkin lantaran slogan yang ‘menjanjikan’ dan kelihaian para SPG yang begitu terlatihnya mencari ‘mangsa’, aku dan beberapa orang yang bergerombol di dalam stand berhasil terpikat untuk membawanya pulang dengan ditebus dua ratus ribu rupiah. “Tunggu sebentar, nanti kupanggil kalau sudah panas.”

“He..eh, ” balasnya, sambil berpose ala model-model bikini musim panas. Telapak tangan sebelah kanannya di sandarkan memegang daun pintu, dan tangan sebelah kiri memegang pinggang yangsayangnya bikin tak sedap matamenggelambir berlemak. Serta tak lupa kedua kaki disilangkan dengan tingkat kemiringan sedemikian rupa yang kalau diperhatikan seperti aksi seorang aktor dalam sebuah adegan film old school Indonesia yang kulihat sekilas siang tadi ketika iseng menggonta-ganti channel stasiun TV yang banyak tapi ngebosenin.

Dengan Mengambil lokasi di sebuah taman yang nyaman, Ia-dengan pose yang sudah kubilang tadi-siap untuk melemparkan jurus ‘maut’ merayu seorang perempuan yang sedang bersandar di sebuah pohon palem. Tak lupa, sekuntum mawar yang Ia petik entah dari mana diselipkan pada cuping sang kekasih. Mereka berbicara banyak kata gombal. Kemudianseperti biasaadegan itu akan diakhiri dengan nyanyian disertai gerak-gerik keduanya bak penari India yang pincang karena sedang menderita kurap kaki, kaku sekali, dan terlalu maksa. Tak ada hot-hotnya sama sekali, sumpah!

“Sedang ngapain?” lanjutnya berbasa-basi sebelum ‘cabut’ kekamarnya kembali, mungkin takut dianggap tak sopan.

Kujawab sekenanya saja “ Lagi ngetik.”

“Wah, hobimu rumit.” katanya dengan suara agak berat, mengingatkan aku pada salah seorang terkenalyang hingga sekarang telah menginspirasi dan menjadi role model bagi banyak orangdari negeri ini, Rhoma irama. Masih pede dengan pose ala model-model bikininya. “Di zaman serba canggih sekarang ini, siapa yang mau buang-buang waktu buat membaca? Lebih enak liat langsung di TV, tak bikin capek.” sambil menarik tangan yang bersandar di daun pintu dan memutar badan, kembali ke ‘kerajaan’-nya, tepat di sebelah kamar kosku, meninggalkan aku yang belum sempat meny-elesaikan kata buat mengoreksi ucapannya

“Tap----”

***

Kututup pintu kamar, angin terlalu dingin menusuk tulang malam ini, padahal ini baru jam setengah sepuluh malam. Kuluruskan pinggang yang sudah tiga jam di ‘paksa’ duduk dengan berbaring di lantai. Ucapannya masih lekat di otak.. siapa yang mau buang-buang waktu buat membaca?

Maafkan, mungkin itulah letak kesalahanmu, kawan… kita berseberangan tentang itu. Kamu dan jutaan orang lain di negeri ini pemalas, malas sampai ke otak! imajinasi kalian payah! Maunya cuma melihat, visual, cuma ditangkap mata saja. Kalian cuma ingin bulat-bulat memolototi gambar. Sori, yang seperti itu malah buat aku capek. Kalau kalian capek membaca, Aku malah sebaliknya. Aku lebih senang melihat melalui imajinasi. Kukumpulkan keterangan lewat tulisan kemudian kulihat lewat pikiran, dan lagi-lagi, itu menyenangkan, juga sehat, baik buat otak.

Aku juga suka menonton, tapi dengan kualifikasi yang berbeda dengan yang biasa kalian lakukan. Aku tak suka dengan bualan, roman picisan, sinetron, reality show, infotainment. Aku mau yang mencerdaskan, yang bisa melatihku untuk berpikir kritis. Dan, kupikir, agak sulit menemukan yang aku cari di dalam program TV belakangan ini, bukan?

Hei! Aku punya waktu sekitar lima menit untuk melanjutkan ketikanku yang tertunda. Cepat kusambar tuts keyboard. Lampu ide nyala kembali!

***

Lagipula mereka tak salah, cuma paradigma—kerangka berfikirnya—saja yang berbeda dengan yang kupunya. Kerangka berfikir kita sedang diarahkan untuk seragam belakangan ini. Media cetak dan elektronik yang dikendalikan orang-orang rakus yang cuma berfikir jualan yang kusebut kapitalis, memiliki andil sehingga membuat masyarakat kita berfikir tentang hidup yang seperti sekarang.

Orang-orang, ditengah pesatnya teknologi sekarang ini semakin sering membiarkan khayalnya di buat seragam. Sepertinya ‘warna’ hidup itu cuma begitu-begitu saja, seperti yang di tawarkan oleh media setiap harinya. Lihat saja sendiri bagaimana sepak terjang sinetron-sinetron dengan tema yang membodohi, tema-tema percintaan yang membosankan, atau produk-produk yang dibuat seolah-olah penting yang padahal sebenarnya tidak begitu. Maka tak heran kalau bermimpi, memiliki angan, pun masyarakat kita jadi bodoh. Mereka memimpikan hal-hal yang seharusnya tidak menjadi prioritas dalam kehidupan sehari-hari. sebagai contoh, lihat saja tema yang mereka, anak-anak muda, obrolkan belakangan ini. Semuanya pasti tentang cinta ala media, pakaian up-to-date, ponsel terbaru.

Juga tak perlu heran kalau program keluarga berencana di negara ini mati. Penduduk negeri ini akan meningkat dengan pesat dalam beberapa tahun kedepan. Orang-orang dengan mengatasnamakan cinta yang biasa mereka lihat di TV membuat angka pernikahan usia muda—yang tentunya akan disertai peningkatan angka kelahiran bayi— meningkat. Dan juga budaya membeli yang membuat kita konsumtif. Hitung saja berapa banyak teman kita yang punya nomor HP lebih dari satu karena terhasut iming-iming biaya menelpon murah? Mereka (operator) yang berperang, kita yang jadi korban.

Media menteror mental kita. Seluruh aspek dalam hidup kita tanpa terkecuali. Media kita lebih banyak ngomong hal-hal yang sensasional saja. mereka lebih banyak menceritakan kalau beras naik, minyak goreng naik, subsidi minyak tanah bakal dicabut dan mengeluarkan statemen yang di skenariokan oleh pemerintah, sebagai contoh; Karena harga minyak mentah dunia naik jadi harga BBM akan disesuaikan. Padahal bukan itu jawaban sebenarnya. Yang sebenarnya terjadi adalah; Pemerintah telah dikontrol oleh negara-negara kaya untuk menswastanisasi aset pemerintah sehingga negara-negara kaya tersebut bisa memonopoli aset negara yang semula ditujukan untuk kepentingan rakyat, yang orang miskinnya lebih banyak dari yang kaya, sehingga bisa mengeruk keuntungan berlimpah.. Listrik, Air minum, Transportasi, dan aset-aset negara lainnya dijual. Karena, kalau harga BBM kita sama dengan harga yang dijual oleh pihak swasta, ‘Caltex’ misalnya, maka mereka (pihak sawasta) tidak akan rugi karena kalah bersaing karena menjual BBM dengan harga yang tinggi bila dibandingkan dengan BBM yang dikeluarkan oleh Pertamina karena disubsidi oleh pemerintah. Oleh karena itu pertamina harus diswastanisasi sehingga berfikir untuk mencari keuntungan, bukan menyejahterakan rakyat. Padahal bila dilihat dari taraf ekonomi rakyat kita yang masih jauh dari kata standar sejahtera, peran pemerintah sangat diharapkan untuk mengatasi kemiskinan di negara ini dengan meringankan beban rakyat, Subsidi BBM salah satu contohnya. Dan ini tidak ada di dalam TV.

Kalau mereka bilang aku aneh tak apa, aku memang suka dengan kebenaran. Aku benci dengan kebohongan. Dan setiap hari kebohongan terjadi di media.

Lumayanlah ketikan ini, buat jadi bahan bacaan dimasa mendatang. Tinggal menambahkan kesimpulan.

Kulirik pemanas air disebelahku. Lampu hijaunya sudah menyala. Tak beranjak dari kursi, aku langsung teriak kekamar sebelah, “Woi Bedul, sudah panas!”

Sahutan dari kamar sebelah, “Iyo, kagek dulu, tunggu iklan. Lagi seru-serunyo”

Huh! Sinetron lagi. Iklan lagi. Manipulasi lagi. Konsumtif. Konsumerisme. Kapitalisme. Kanibalisme!

Maaf aku capek, mau tidur, ada yang perlu direnggangkan dari pikiran ini. Aku lupa bilang kalau menjadi diri sendiri cukup melelahkan.

Tidak ada komentar: